Jumat, 21 November 2008

Komunikasi&Opini Publik

OPINI DALAM KOMUNIKASI

I. KONSEP KOMUNIKASI

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan, dapat melalui atau menggunakan media tertentu, dengan tujuan untuk memperoleh efek dan umpan balik tertentu (yang dikehendaki oleh komunikator). Dapat pula menggunakan istilah komunikasi sosial, yaitu pernyataan antar manusia yang bersifat umum dengan menggunakan lambang-lambang (symbols) yang berarti[1]. Hal yang dianggap penting adalah adanya “kesamaan pengertian” diantara pihak-pihak yang terlibat komunikasi.

II. PROSES KOMUNIKASI

Dalam proses komunikasi ada beberapa unsur, antara lain:

1) Komunikator (Penyampai Pesan)

Komunikator adalah orang atau subyek yang memiliki dan menyampaiakan pesan. Menurut R.A Santoso.S[2], dalam proses komunikasi, ada yang disebut dengan Sumber Pesan, yaitu sumber yang memiliki idea atau gagasan yang akan disampaikan kepada komunikan. Kemudian ada juga yang disebut dengan Penyebar Pesan, adalah unsur yang menyampaikan ide atau gagasan Sumber Pesan kepada komunikan. Adapun tugas dari penyebar pesan yaitu : (1) Melakukan encoding atau merumuskan ide/ gagasan ke benak orang lain agar terdapat kesamaan pengertian, (2) Dalam merumuskan pesan, penyebar pesan juga harus memilih lambang-lambang (symbols) yang akan menjadi “kendaraan” dalam membawa pesan yang berisi ide/ gagasan kepada penerima pesan. Misalnya, bahasa apa yang akan digunakan?, lisan atau tulisan?, karena itu Penyebar pesan harus mengetahui kondisi dan situasi dari komunikannya. (3) Penyebar pesan juga harus cermat memilih sarana atau media yang digunakan untuk menyebar pesannya, tentu saja dalam hal ini sarana atau media perlu disoroti secara khusus, karena media atau sarana yang digunakan memegang peranan penting.

2) Pesan

Pesan adalah hal-hal, topik, isu, masalah yang dilontarkan oleh komunikator. Perumusan pesan atau encoding ke dalam lambang-lambang untuk menjadi pesan yang dapat dimengerti oleh komunikator maupun komunikan, merupakan suatu kegiatan yang penting, sulit dan menentukan, karena terbentur dengan kerangka pengalaman (frame of experience) dan kerangka pemikiran (frame of reference) pada setiap individu berbeda-beda. Ada beberapa faktor penting yang harus diperhatikan oleh komunikator dalam merumuskan pesan, antara lain; (1) pesannya harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menumbuhkan perhatian bagi komunikan. Dengan perhatian tersebut diharapkan dapat menumbuhkan efek, bahkan feedback yang sesuai dengan kehendak komunikator dari komunikan, (2) Lambang-lambang yang digunakan harus benar-benar dapat dipahami oleh pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi[3].

Pemilihan lambang-lambang harus dapat menimbulkan kesamaan pengertian diantara mereka yang melakukan komunikasi. Lambang-lambang tersebut terdiri atas:

1. Bahasa : dalam kehidupan manusia, terdapat ribuan bahasa, sehingga dalam berkomunikasi untuk menimbulkan pengertian yang sama, manusia harus benar-benar bisa memilihnya

2. Tanda-tanda : morse, bendera, rambu-rambu, dan sebagainya

3. Gambar-gambar : peta, diagram, grafik statistika, denah, bagan/ struktur organisasi

4. Isyarat-isyarat : gerakan mata, anggukan kepala, gelengan kepala, mengerutkan dahi

3) Media atau Sarana Komunkasi

Media atau sarana komunikasi adalah alat yang dipergunakan oleh komunikator untuk menyampaikan/ menyebarkan pesan agar dapat sampai kepada komunikan. Penggunaan media yang tepat sebagai sarana penyampaian pesan sangat menentukan bagaimana opini terbentuk dalam benak komunikan. Dalam menentukan media untuk menyampaikan pesan, komunikator harus sangat mengetahui sifat komunikannya, yaitu apakah komunikannya individu, kelompok atau massa. Misalnya saja, komunikator ingin menyampaikan pesannya kepada orang banyak, maka orang banyak sekaligus, sehingga penggunaan media massa sangat tepat, karena dalam komunikasi massa, pesan bersifat umum, disampaikan kepada orang banyak dengan serentak, dimana biasanya komunikatornya merupakan suatu organisasi, lembaga, atau orang yang dilembagakan (institutionalized person) dengan umpan balik yang tidak langsung.

Namun jika komunikannya individu, komunikator tidak perlu menggunakan media massa untuk menyampaikan pesannya, tetapi sangat efektif bila berbicara secara tatap muka atau berhadapan dengan komunikan.

4) Komunikan

Komunikan adalah individu atau subyek yang menerima pesan yang disampaikan oleh komunikator. Dalam proses komunikasi, komunikan selalu melakukan decoding, artinya ia menafsirkan pesan yang sampai kepadanya melalui medianya. Komunikan selalu berusaha memahami pesan itu, sehingga dapat memberikan reaksi yang sesuai dengan harapan penyebar pesan.

Decoding adalah faktor penting untuk memahami pesan yang diterimanya. Dalam kegiatan ini perlu ada persamaan antara pengirim pesan dan penerima pesan terhadap lambang-lambang yang telah dirumuskan oleh komunikator. Perlu diketahui juga hambatan-hambatan yang dapat terjadi dalam proses decoding tersebut, yaitu gangguan semantic (bahasa), gangguan teknis, gangguan fisik pada para peserta komunikasi, gangguan kejiwaan (psikiologis)[4].

Dengan demikian, maka dapat dikatakan, sekalipun proses komunikasi telah mengikuti jalur yang ada, kemungkinan adanya gangguan seperti dijelaskan di atas dapat saja terjadi, sehingga komunikasi mengalami hambatan dan tidak lancar.

5) Umpan Balik (Feed back)

Umpan balik atau feedback dalam proses komunikasi adalah suatu reaksi yang timbul dari komunikan setelah menerima pesan, yang merupakan suatu informasi kepada komunikator, apakah pesan yang disebarkan berlangsung efektif atau tidak. Adapun umpan balik atau feedback dapat dibedakan menjadi :

- Umpan balik negatif : reaksi dari komunikan yang tidak sesuai dengan harapan komunikator, misalnya pada saat komunikator menyampaikan pesannya, komunikan justru berbuat gaduh, mengantuk, tidur, meninggalkan tempat, dan sebagainya.

- Umpan balik positif : reaksi dari komunikan yang sesuai dengan harapan komunikator, misalnya tepuk tangan (applause), anggukan kepala, dan sebagainya.

- Umpan balik nol (Zero Feedback): reaksi komunikan tidak menyambut pesan yang disampaikan oleh komunikator.

- Umpan balik netral (Neutral Feedback): reaksi yang diberikan oleh komunikan tidak menimbulkan sesuatu yang mengubah suasana, stagnan.

- Umpan balik inferesial: perkiraan/ dugaan komunikator terhadap reaksi yang timbul dari komunikan terhadap pesan yang disampaikan.

- Umpan balik langsung : umpan balik yang bisa segera ditangkap/ diketahui oleh komunikator

- Umpan balik tidak langsung : umpan balik yang disampaikan kepada komunikator setelah melewati tenggang waktu, misalnya surat pembaca[5].

Seorang komunikator wajib memperhatikan umpan balik demi dapat melaksanakan komunikasi yang berlangsung efektif dan berhasil. Bilamana komunikasi yang dilancarkan komunikator telah berlangsung efektif, maka pesan yang disampaikan pada komunikan akan menimbulkan perubahan, misalnya timbul pengertian, pengetahuan, perubahan tingkah laku.

III. OPINI DALAM KOMUNIKASI

Opini adalah segala bentuk pikiran, pendapat dan pandangan yang terungkap secara manifest. Bentuknya bermacam-macam, mulai dari argumentasi lisan, tulisan, isu, rumor, gosip, spekulasi. Opini merupakan suatu akumulasi citra yang tercipta atau diciptakan oleh proses komunikasi. Citra tentang sesuatu (baik yang abstrak maupun konkret) selalu menjadi multi faced (bermuka banyak) atau mempunyai dimensi jamak, karena adanya pebedaan penafsiran di antara peserta komunikasi. Itulah sebabnya dalam opini publik terjadi pergeseran-pergeseran citra, tergantung pada siapa saja yang terlibat dalam proses komunikasi. Setiap kali jaringan komunikasi berubah, maka opini juga ikut berubah, namun perlu ditegaskan disini bahwa yang berubah dalam opini publik adalah dinamika komunikasinya, sedangkan realitas faktual yang menjadi substansi opini cenderung permanen, karena ketika proses pembentukan opini berlangsung, fakta empiriknya telah terjadi.

Proses terbentuknya opini publik bermula dari suatu realitas faktual tertentu, yang kemudian menjadi wacana dalam proses komunikasi. Realitas itu bersifat statis. Fakta empiriknya sama, akan tetapi pelaksanaannya mengalami pergeseran yang disebabkan oleh pengaruh faktor-faktor yang terlibat dalam proses komunikasi.

Dalam proses komunikasi, realitas faktual ditranformasikan menjadi simbol-simbol verbal, melalui proses konversi yang disebut selektivitas internal, kemudian menjadi realitas opini publik. Seleksi internal menghasilkan sistem pemaknaan, yang pada gilirannya bisa menghasilkan out put yang tidak sama dengan inputnya. Unsur-unsur yang bekerja dalam seleksi internal itu adalah dimensi kognitif dan dimensi afeksi. Karena itulah ketika realitas faktual atau empirik itu telah ditransformasikan dalam realitas opini publik bisa mempunyai esensi yang berbeda, bisa lebih dalam intensitasnya karena adanya sugesti, bisa menyempit karena kecenderungan gejala “hiper-realitas” dalam komunikasi[6].

Opini publik dianggap bernilai bagi pihak yang terlibat dalam interaksi sosial, karena pertama, opini publik mewakili citra superioritas, sehingga banyak, yang berpendapat bahwa barangsiapa menguasai opini publik, maka ia akan bisa mengendalikan orang lain. Kedua, Opini publik mewakili realitas faktual, sehingga individu merasa harus merespons sebagai cara menunjukkan eksistensi diri. Ketiga, Opini publik berhubungan dengan citra, rencana, dan aksi, dimana hal-hal ini merupakan bagian dari tahap-tahap kegiatan dalam situasi yang selalu berubah. Dengan kata lain, opini publik sebenarnya memberi inspirasi bagaimana individu dalam kelompok bertindak agar terhindar dari pencitraan yang buruk. Keempat, opini publik merefleksikan apa yang menjadi kemauan banyak orang. Kelima, Opini publik identik dengan hegemoni ideologi. Apabila suatu kelompok atau pemerintahan ingin terus berkuasa, maka harus mampu menjadikan ideologi kekuasaannya menjadi dominan dalam opini publik.

DAFTAR PUSTAKA

Mulyana, Dedy., 1998, Ilmu Komunikasi – Suatu Pengantar. PT. Remaja Rosdhakarya. Bandung

Santoso, R.A., Pendapat Publik, Pendapat Umum dan Pendapat Khalayak dalam Komunikasi Sosial


[1] R.A. Santoso S dalam bukunya Pendapat Publik, Pendapat Umum dan Pendapat Khalayak dalam Komunikasi Sosial, Hal. 7

[2] Ibid, Hal 9

[3] Ibid, hal 13

[4] Ibid, hal 12

[5] Ibid hal. 26-27

[6] Dedy Mulyana dalam bukunya Ilmu Komunikasi – Suatu Pengantar Hal. 189

Tidak ada komentar: