Jumat, 21 November 2008

"Cerita ini untukmu, Ndaru, anakku. Jika kelak kau bersanding dengan seorang perempuan, maka ingatlah cerita ini, agar kau tahu bahwa perempuan adalah keajaiaban, kekuatan, dan cinta...hargailah mereka yang luar biasa!"


Malang, 1 Agustus 2008 @ jam 03.27 pagi...

Malam tadi aku rasakan dingin yang luar biasa. Gerakkanmu tidak sehebat kemarin anakku. Gerakanmu sedikit tetapi cukup kuat, hingga kurasakan kepalamu mulai menyendul tulang dibawah rahimku... ku belai dirimu, meski hanya lewat dinding perutku, kamu pun kembali tenang, seolah tertidur... tapi sebentar kemudian kau menyendul lagi, aku belai lagi.. menyendul lagi.. aku belai lagi.. begitu seterusnya tiada henti... hingga..

Aku merasa ada yang meleleh keluar melalui lubang vagina-ku. Hangat.. yah..inilah yang namanya air ketuban..ada bercak merah sedikit. Aku yakin ini bukan hanya sekedar air kencing.. mulai kurasakan perutku mulas.

Ayahmu tidak berada disamping Bunda waktu itu, nak. Karena ayah harus tugas di luar kota. Bunda sendirian... sudah biasa...

Tas yang telah lama kuisi dengan segala benda yang kupersiapkan untukmu, aku angkat pelan, sembari menelepon supir taksi untuk mengantarku segera kerumah sakit.

Mulas..kian merajam perutku.

Lengang..begitulah ketika aku memasuki koridor rumah sakit dengan langkah pelan. Terlihat seorang suster dengan gugup membawakanku kursi roda, setengah berlari ia..

“Mau melahirkan ya, bu? Naik saja di sini!” perintahnya

“Tidak. Saya masih kuat”

Ruang bersalin, nampak seperti penjara baru bagiku. Ada tempat tiduk berjejer empat, satu telah terisi oleh seorang perempuan muda. Merintih pelan... sakit sekali rupanya.

Ada yang berdesir di rongga dada-ku.. ngeri, takut. Seperti apakah yang perempuan itu rasakan, hingga airmata dan keringatnya mengucur deras. Aku pandangi saja ia, namun kemudian suster itu menutup kelambu hingga menghalagi mataku.

Kurebahkan tubuhku... perut semakin mulas. Tapi aku masih bisa tahan.

“Mari saya periksa ya bu?” tanya suster

“Silahkan...”

.......

“Pembukaan dua, Bu”

......

Aku menunggu..lamaaaa...

Ayahmu pun tidak kunjung tiba...

Bunda sendirian...Lagi-lagi...

Jam 15.24 Ruang Bersalin

Ada yang membuka kelambu. Suster itu.

“Bu, ada dokter akan memeriksa”

.....

“Bu, air ketubannya pecah di bagian atas, merembes sampai bawah, jadi pembukaannya tidak bertambah, solusinya di-drib atau operasi saja”

“didrib dulu saja dok, saya ingin melahirkan normal, saya akan berusaha”

.....

Dan Ayahmu belum datang juga...

Cairan infus dimasukkan melalui pergelangan tangan kiriku.

Dan Ndaru, anakku... perjuangan dengan maut pun mulai Bunda hadapi.

Sakit itu luar biasa, tidak berhenti, mendatangiku setiap jengkal nafas...

Aku hanya menarik nafas panjang dan perlahan kuhembuskan, ku sebut nama Tuhan berkali-kali, mohon ampun...

Ayahmu datang...

Masih mengenakan baju dinas, wajahnya sayu, tegang, letih..

Digenggamnya tanganku..

“Yang kuat yah...” begitu katanya.

Aku genggam tangannya erat. Bebanku mulai sedikit ringan.

Ku tutup mataku ketika rasa sakit itu datang...

Kadang sedikit aku buka, agar Ayahmu tidak kawatir.

Wajahnya tegang sekali....

“Apa kamu masih kuat?” tanyanya

“masih...”

“aku tidak tega melihatmu begini”

“iyah..memang harus begini”

“berjuanglah...”

Delapan jam berlalu, pembukaannya masih pada tingkat yang sama dan semakin lama, terasa kaki paha hingga pinggangku kesemutan... sakit sekali nak.

Hingga..akhirnya kulihat semua pandanganku memutih..kabur..

“kenapa? Kamu pucat sekali, seperti tidak ada darah mengalir di wajahmu” suara ayahmu pelan kudengar, semakin kencang tangannya menggengam tanganku yang semakin terkulai lemas..

“aku panggil suster yah?” suaranya ikut mengabur..

“terserah...”

“tahan yah...”

‘he-eh...”

...................

Banyak bayangan putih melintas di atas-ku, entah yang mana malaikat Allah, entah yang mana penolongku.... ku coba memperjelas pandangan.. makin putih...

Ku gigit bibirku sekuatnya..nafasku serasa tinggal setengah...

Kali ini suara yang mengabur...tidak ada yang terdengar jelas...semakin samar..

.....................

Kubuka mata, ada yang terasa sejuk mengalir di rongga hidungku..ruangan itu terasa begitu dingin...ada sebuah lampu besar diatas kepalaku, pandangaku silau...

“Sudah bangun...?” Ayahmu masih setia di sampingku

“He-eh. Aku kenapa? Dimana ini?”

“Ruang operasi. Operasi saja yah?, nanti ketubannya keburu habis”

“Nggak bisa normal yah?”

“Sudah kamu coba kan?...tapi dokter bilang kondisinya tidak memungkinkan. Aku mohon, yank. Ini demi anak kita dan kamu”

“Baik.. akan ku lakukan apapun”

“Terima kasih sayang...”

Ruang operasi, 22.00

Dingin...

“Punggungnya ditekuk sedikit bu, akan saya suntikan obat bius-nya. Lokal kok” Seorang dokter anastesi memerintahkanku membungkuk. Mendekap bantal.

Sekejap kemudian, terasa sedikit nyeri di antara ruas tulang belakangku, kemudian kaki terasa hangat dan menebal

“Berbaring saja yah bu... rileks” kata dokter tadi

Aku berbaring.... suster-suster itu memasangkan selang oksigen pada rongga hidungku, yang lainnya memasang kateter.

“Berdo’a bu. Kita mulai yah...”

“Iyah dok...”

Dokter kandungan dan asistennya mulai merobek dinding perutku pada bagian bawah, tepat pada tekukan perut. Badanku digoncangnya. Tak sakit.. kurasakan ada yang mengalir hangat keluar lewat vaginaku... dan.....

Kamu menangis, anakku, Andaru.

Menangis keras, seakan kau beritakan ke seluruh dunia, bahwa kau telah lahir, kau yang akan menjaga ayah-bunda mu kelak.

“selamat bu, anaknya laki-laki”

Tubuhmu kecil, berwarna ungu, dibawa seorang suster untuk di mandikan.Akhirnya setelah 9 bulan menyimpanmu rapi dalam rahimku yang hangat... Aku melihatmu untuk pertama kali... Air mataku deras mengucur. Inilah keajaiban. Aku benar-benar seorang perempuan, yang melahirkan seorang laki-laki. Aku, ibumu, nak. Yang kelak akan meneteskan setiap peluh kasih sayang..demi kamu.. Laki-laki kecilku, tempatku menggantungkan asa setinggi bintang. ALFITRASYAH ANDARU RADYA, anugrah Allah yang aku dan ayahmu harapkan bisa menjadi ‘Bintang Negara’, membawa kebaikan bagi agama, orangtua, manusia, dan negara.

...................................

“Beratnya 3 kg bu, sehat” kata suster itu

Direbahkannya pelan tubuh mungilmu yang dingin pada tubuhku yang telanjang. Kita seperti di surga anakku, meski aku tak pernah melihat surga, tapi aku yakin, dadaku yang penuh dengan cairan air susu, mulai kau cari dengan mulut mungilmu, makanan pertama-mu di bumi...dari dalam tubuhku anakku..

Aku peluk kamu...erat.. sejenak tangismu diam. Kemudian suster itu mengangkatmu lagi...

“biar di-adzan-i dulu, ya bu”

Suster itu membawamu keluar ruangan, tangismu makin keras...

Lalu aku tertidur pulas...lega... tak sabar bertemu kau esok pagi.

Tidak ada komentar: